Belajar dari Bapak Pengayuh Becak



Ahad 28 Juni 2015 tepat hari terakhir Training Jurnaistik yang diadakan muslimdaily.net di Solo. Saya dan beberapa peserta janjian untuk menginap di Solo H-1 kegiatan. Tentunya untuk menambah petualangan, mengenal lebih dekat peserta lain, dan yang terpenting agar tidak telat saat acara, hehe.
Saya berangkat bersama Risma dari kampus Unnes. Tak lupa untuk sms ibu di rumah semoga di bis saya sehat, khawatir perut bergejolak karena perjalanan jauh saat puasa. Kami memutuskan berangkat selepas sholat Ashar. Estimasi sampai Solo jam 18.30.
Baru sampai di Pasar Ungaran terlihat bis Safari telah datang. Alhamdulillah, tidak membutuhkan waktu lama untuk menunggu. Merasa bosan pekan-pekan sebelumnya duduk di tengah, kami mojok di belakang. Asyik juga perjalanan sore hari, tentunya karena teman seperjalanan.
“Ris, kondekturnya sih berapa? Kok dari tadi lalu lalang?” tanyaku pada Risma.
“Haha, nggak usah dipikir. Aku juga nggak tahu,” sambil cekikikan di belakang.
Saya menjadi tertarik dengan politik bis-bis seperti ini. Kayaknya banyak banget yang naik turun menghitung penumpang. Ah sudahlah, suatu saat pasti ada titik terang, ecie.
***
Sampai di perempatan Sumber kami turun dari bis. Toleh kanan kiri hari sudah gelap. Tak perlu berharap dengan angkot karena pasti sudah kembali ke garasi. Satu harapan kami semoga tukang becak lewat.
Perempatan Sumber
Benar juga, Risma langsung bisa menangkap bayangan pengayuh becak di seberang jalan. Kami menuturkan tempat tujuan yaitu Palang Joglo. Untung si bapak tahu dan segera bergegas mengantar kami.
Saya jarang naik becak. Saat menceritakan ke Risma bahwa ini pengalaman pertama naik becak ia langsung terkekeh-kekeh geli. Lha di pasar daerah saya transportasi yang menguasai angkutan, tidak ada becak. Toh di pasar kota, pasti pergi dengan bapak jadi tidak naik becak (Alibi sekuat matahari xD).
“Tin, aku sebenarnya nggak tega kalau naik becak,” tutur Risma.
“Lha kan nanti ya bayar to.”
“Bukan masalah duit, tapi memakai tenaga fisiknya langsung itu lho. Duh nggak tega beneran.”
“Bener juga sih.”
Bapak pengayuh becak terus mengayuh becaknya tanpa kenal henti. Saya salut dengan umurnya yang sudah agak sepuh tetap semangat mencari rejeki dengan jalan ini. Kadang berjalan ngebut, pelan, atau mendorong becak tanpa mengeluh. Sesekali menanyakan arah tujuan, belok kanan atau kiri dengan nafasnya yang memburu.
Dalam perjalanan ini saya jadi teringat kakak tingkat sekaligus dosen saya Bu Raeni. Ia terkenal sebagai mahasiswa berprestasi Unnes anak seorang pengayuh becak. Saya merasakan bagaimana naik becak dan terengah-engahnya sang pengayuh menunjukkan kerja keras. Yap, sangat mungkin dengan profesi ayahnya menjadikan Bu Raeni memahami apa itu kerja keras. Oleh karena itu ia tak menyia-nyiakan kesempatan bisa duduk di bangku kuliah hingga akhirnya melahirkan banyak prestasi.
Jepretan dari becak

Pelajaran kedua yaitu tentang seorang ayah. Tentu bapak pengayuh becak ini memiliki anak yang menjadi semangatnya mencari nafkah. Saya langsung teringat bapak di Magelang. Tentu bapak juga tak kalah kerasnya dengan pengayuh becak ini. Sekali lagi, hanya demi seutas senyum untuk anaknya agar bisa menikmati pendidikan. Sungguh besar jasamu bapak. Semoga bisa membalas dengan menjadi anak shalihah, aamiin.
Gambar diambil esok harinya
Tak terasa kami sampai juga di Griya Quran Istikomah. Setau kami tarifnya adalah Rp 25.000 dari Sumber-Palang Joglo. Setelah mendapatkan uang, bapak becak itu melihat lekat-lekat uang kertas yang kami berikan.

“Mbak, ini masih kurang, hehe. Karena lumayan jauh dan sudah malam jadi Rp 60.000.”
“Oh kurang nggih Pak?”
“Bayar Rp 50.000 saja tidak apa-apa Mbak, harusnya Rp 60.000.”
“Iya Pak terima kasih banyak.”
Kami senyum-senyum tak karuan. Rasanya malu kalau imbalan yang diberikan tidak pantas dengan peluh yang bercucuran. Nah, ini pelajaran terakhir kawan. Usaha menentukan hasil.

NB: Saya berhutang tulisan banyak berkaitan dengan ilmu dan pengalaman selama Training Jurnalistik #KembalikanMediaIslam yang diselenggarakan oleh muslimdaily.net. Saya harus membaginya karena bisa jadi bermanfaat bagi orang lain. Ditunggu ya kawan dan kalau saya nggak nulis-nulis, TAGIH, hehe.
Sekaran, 05/07/2015. 17.22


0 komentar:

Posting Komentar